Nyapu
dan Moret adalah ayah dan anak yang cerdas dan memiliki pandangan jauh
ke depan. Berkat kecerdasan mereka, seluruh penduduk Kampung Nyapu
yang berada di daerah Kalimantan Timur, Indonesia, senantiasa hidup
makmur, damai, dan sejahtera. Tindakan apa yang telah dilakukan Nyapu
dan Moret sehingga warga Kampung Nyapu hidup makmur, damai, dan
sejahtera? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Nyapu dan Moret berikut ini.
* * *
Alkisah, di daerah Kalimantan Timur, terdapat sebuah sungai yang bermuara di Sungai Kahayan. Muara sungai itu bernama muara Sungai Sian. Di
muara sungai itu terdapat sebuah kampung yang makmur, tenteram, dan
damai. Penduduknya senantiasa hidup rukun dan saling membantu satu sama
lain. Di tengah-tengah kedamaian itu, tiba-tiba mereka diserang oleh
kawanan perampok dengan persenjataan lengkap. Mereka memporak-porandakan
seluruh isi kampung. Rumah-rumah penduduk hancur berantakan. Tangga
dan tiang penyangga berserakan di mana-mana.
Melihat keberingasan perampok tersebut,
penduduk kampung tidak tinggal diam. Para kaum laki-laki, baik muda
maupun tua, berusaha untuk melakukan perlawanan. Pertempuran sengit pun
tak terhindarkan lagi. Alhasil, mereka dapat menghalau perampok tersebut,
meskipun banyak warga yang harus menjadi korban. Setelah musuh itu
pergi, mereka segera menguburkan warga yang tewas dan membersihkan
serpihan-serpihan rumah yang masih berserakan.
Malam harinya, seluruh penduduk berkumpul di balai basara (rumah khusus untuk rapat) untuk mencari jalan keluar agar kampung mereka terhindar dari serangan perampok. Saat musyawarah itu dimulai, seorang warga yang bernama Nyapu langsung angkat bicara.
“Maaf,
para hadirin! Kalau saya boleh mengusulkan, bagaimana kalau kita
tinggalkan saja kampung ini. Kita cari tempat lain untuk mendirikan
kampung yang baru, sehingga kita bisa hidup aman dan tenteram. Kita
tidak akan mungkin bertahan lama di kampung ini. Mereka pasti akan
kembali lagi menyerang kita dengan jumlah besar, sedangankan jumlah kita
semakin berkurang,” usul Nyapu memulai pembicaraan.
Namun,
tak seorang pun warga yang mendukung usulannya, kecuali istrinya. Para
warga lebih memilih untuk bertahan di kampung itu. Mereka bersepakat
untuk mengadakan upacara agar roh-roh halus melindungi kampung mereka
dari gangguan kawanan perampok. Mereka juga bersepakat untuk
bergotong-royong membuat benteng pertahanan yang kokoh dan menyiapkan
persenjataan lengkap. Siang dan malam, para kaum laki-laki berkeliling
kampung untuk berjaga-jaga secara bergiliran, sedangkan kaum perempuan
sibuk menyiapkan makanan.
Pada suatu malam, ketika sedang menyiapkan makan malam, kaum perempuan melihat beberapa jukung (kapal) datang dari hilir sungai menuju ke kampung mereka. Mengetahui bahwa jukung-jukung tersebut berisi kawanan perampok,mereka pun panik dan berlarian sambil berteriak.
“Perampok ...! Perampok ... ! Perampok datang... !!!
Mendengar
teriakan itu, para kaum laki-laki yang sedang berjaga-jaga segera
membangunkan warga lainnya yang sedang beristirahat untuk menghadang
kawanan perampok tersebut. Pertempuran sengit pun kembali
terjadi. Pertempuran antara kedua belah pihak berlangsung cukup lama.
Namun, lagi-lagi pertempuran itu dimenangkan oleh penduduk. Pertempuran
tersebut kembali menyisahkan kepedihan bagi sebagian penduduk. Banyak
kaum ibu-ibu yang menangis histeris, karena suami mereka tewas dalam
pertempuran tersebut.
Melihat
kondisi kampung yang rusak parah dan banyaknya warga yang menjadi
korban, Nyapu kembali mengajak seluruh penduduk kampung untuk
meninggalkan kampung itu. Namun, para warga tetap saja menolak ajakan Nyapu. Akhirnya, Nyapu dan istrinya memutuskan untuk meninggalkan kampung itu.
“Baiklah!
Jika tidak ada yang berniat meninggalkan kampun ini, izinkanlah saya
dan istri saya pergi. Kami akan pergi ke hulu sungai dan membuka ladang
di sana,” ungkap Nyapu.
Keesokan harinya, Nyapu dan istrinya berpamitan kepada seluruh penduduk. Ketika mereka akan berangkat, para tali atau palu (janda) yang berjumlah
empat puluh orang menyatakan ingin ikut. Setelah mempersiapkan bekal
secukupnya, rombongan itu pun berangkat dengan menggunakan jukung
menyusuri Sungai Kahayan. Setelah berhari-hari menentang arus,
sampailah mereka di muara Sungai Miri. Mereka kemudian menyusuri Sungai
Miri menuju arah hulu hingga menemukan muara Sungai Napoi. Kemudian
mereka berbelok menyusuri Sungai Napoi hingga ke hulu. Akhirnya, mereka
tiba di sebuah sungai yang belum pernah mereka datangi. Mereka pun
menamakan sungai itu Sungai Bolo. Air sungai itu sangat jernih.
Pemandangan di sekitarnya pun sangat indah dan hawanya sangat sejuk.
Pepohonan tumbuh subur di pinggir sungai.
“Wah,
tempat ini indah sekali. Tanahnya subur dan banyak sungai-sungai kecil
yang mengalir di sini. Jika kita tinggal di sini, tentu kita tidak
akan kekurangan air,” ucap istri Nyapu.
“Kamu benar, Istriku! Sebaiknya kita membuka perkampungan baru di sekitar sungai ini,” kata Nyapu.
Akhirnya,
Nyapu bersama rombongannya memutuskan untuk tinggal di daerah itu dan
segera membangun rumah. Dalam waktu sepekan, mereka berhasil mendirikan
sebuah perkampungan. Nyapu pun diangkat menjadi kepala kampung. Mereka
menamai kampung itu Kampung Nyapu.
Setelah
itu, Nyapu bersama warganya membuka ladang. Mereka menanami ladang itu
dengan tanaman padi. Mereka sangat tekun dan rajin merawat tanaman
mereka, sehingga ketika musim panen tiba, lumbung-lumbung padi mereka
penuh dengan padi. Nyapu dan warganya pun hidup bahagia.
Kebahagiaan
Nyapu pun semakin bertambah ketika istrinya melahirkan seorang anak
perempuan yang cantik jelita. Bayi itu mereka beri nama Moret. Nyapu dan
istrinya merawat dan mendidik Moret dengan penuh kasih sayang. Sejak
Moret berusia lima tahun, Nyapu sering mengajaknya ke ladang untuk
memperkenalkan kepadanya tentang kehidupan alam di sekitarnya. Tak heran
jika Moret tumbuh menjadi anak yang cerdas dan memiliki watak kasih
sayang kepada sesama. Moret pun sangat senang tinggal di kampung itu,
karena seluruh warga sayang kepadanya.
Sementara itu di tempat lain, penduduk kampung di muara Sungai Sian kembali diserang oleh kawanan perampok.
Karena tidak mampu lagi bertahan di kampung itu, akhirnya mereka pun
berbondong-bondong menuju ke Kampung Nyapu. Mereka membangun rumah dan
membuka ladang sebagaimana penduduk lainnya. Lama-kelamaan, Kampung
Nyapu semakin ramai.
Seiring
dengan berjalannya waktu, Moret pun tumbuh menjadi seorang gadis yang
cantik jelita. Kecantikannya mengundang decak kagum setiap pemuda yang
melihatnya dan mereka pun berharap dapat mempersuntingnya.
Moret
adalah gadis yang cerdas. Ia tidak ingin gegabah dalam memilih jodoh.
Ia ingin mendapatkan suami yang dapat mendatangkan kemakmuran,
kesejahteraan, dan ketenteraman bagi seluruh penduduk Kampung Nyapu.
Untuk itu, ia mengajukan syarat kepada setiap pemuda yang datang
melamarnya agar mengisi lumbung terbesar yang ada di Kampung Nyapu
dengan biji buah-buahan dalam waktu sehari. Biji-biji tersebut akan
ditanam di ladang-ladang milik penduduk seusai pesta pernikahannya.
Sudah
banyak pemuda kampung yang datang melamarnya, namun tak satu pun yang
mampu untuk memenuhi syaratnnya. Moret menyadari bahwa syarat yang
diajukannya itu cukup berat. Namun, ia merasa yakin bahwa suatu hari
kelak pasti ada pemuda yang sanggup untuk memenuhinya. Ternyata
keyakinannya benar. Beberapa hari kemudian, datanglah seorang pemuda
tampan dari kampung lain yang bernama Karang hendak melamarnya. Selain
tampan, Karang juga memiliki kesaktian yang tinggi. Berbekal
kesaktiannya, ia pun menyanggupi syarat yang diajukan Moret. Namun,
Moret tidak mau menerima lamaran itu sebelum syaratnya diwujudkan oleh
si Karang.
“Maaf,
Tuan! Lamaran Tuan baru saya akan terima jika Tuan telah memenuhi
lumbung padi yang paling besar di kampung ini dengan biji buah-buahan,”
kata Moret.
“Baiklah, jika itu yang Putri inginkan. Izinkanlah saya untuk mohon diri untuk segera mewujudkan syarat Putri,” kata Karang.
Setelah
berpamitan, berangkatlah si Karang ke hutan. Dengan kesaktiannya, ia
berhasil mengumpulkan banyak sekali biji buah-buahan hingga memenuhi
lumbung padi terbesar di Kampung Nyapu. Karena syaratnya terpenuhi,
Moret pun menerima lamaran Karang. Beberapa hari kemudian, pesta
pernikahan mereka dilangsungkan dengan sangat meriah. Berbagai
pertunjukan seni dan tari dipertontonkan. Undangan yang hadir datang
dari berbagai penjuru.
Dalam
pesta tersebut, ayah Moret (Nyapu) meminta tolong kepada seluruh
undangan untuk menanam seluruh biji buah-buahan yang telah dikumpulkan
Karang. Usai pesta, seluruh undangan yang hadir bergotong-royong menanam
biji buah-buahan tersebut di ladang Nyapu dan di ladang milik warga
Kampung Nyapu lainnya. Dalam waktu setengah hari, seluruh biji
buah-buahan tersebut berhasil ditanam. Betapa senang hati Moret karena
keinginannya dapat terwujud. Ia pun hidup berbahagia bersama suaminya.
Beberapa
tahun kemudian, kebahagiaan Moret semakin bertambah. Selain karena
dikaruniai dua orang putra-putri yang tampan dan cantik, juga karena
seluruh biji buah-buahan yang ditanam di ladang telah berbuah lebat.
Hasilnya pun dapat dinikmati oleh seluruh warga hingga ke anak cucu
mereka.
* * *
Demikian cerita Nyapu dan Moret
dari daerah Kalimantan Timur, Indonesia. Cerita di atas termasuk
kategori dongeng yang mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan
pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh utama dalam cerita di atas
adalah Nyapu dan Moret. Pelajaran yang dapat diambil dari tokoh Nyapu
adalah bahwa ia seorang laki-laki yang memiliki wawasan luas dan
pandangan jauh ke depan. Hal ini terlihat ketika ia mengajak para
penduduk untuk mengungsi ke tempat lain setelah kampung mereka
diporak-porandakan oleh kawanan perampok dan banyak warga yang
menjadi korban. Dengan mengungsi, ia berharap kehidupan mereka akan
lebih baik dan aman dari gangguan perampok. Alhasil, mereka pun
dapat mendirikan sebuah perkampungan dan berladang secara aman,
sehingga mereka hidup tenteram dan sejahtera.
Hal
tersebut di atas juga ditunjukkan oleh sikap Moret. Ia adalah seorang
gadis yang cerdas dan memiliki pandangan jauh ke depan. Ia memilih
jodoh yang dapat mendatangkan kemakmuran, kesejahteraan, dan
ketenteraman bagi seluruh penduduk Kampung Nyapu. Dari sini dapat
dipetik sebuah pelajaran bahwa orang yang memiliki pandangan jauh ke
depan memiliki rasa tanggung jawab terhadap anak cucu (generasi
mendatang). Tindakan yang dilakukan oleh Moret tidak semata-mata untuk
kepentingan pribadi, tapi juga untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Tidak hanya untuk kehidupan masa kini, tapi juga untuk kehidupan anak
cucunya di masa yang akan mendatang. Dikatakan dalam tunjuk ajar
Melayu:
wahai ananda permata intan,
elok memandang jauh ke depan
siapkan bekal pikullah beban
ke anak cucu engkau wariskan
elok memandang jauh ke depan
siapkan bekal pikullah beban
ke anak cucu engkau wariskan
(Samsuni/sas/145/05-09)
Sumber:
- Isi cerita diaptasi dari Daryatun. 2008. “Nyapu dan Moret”, dalam buku 366 Cerita Rakyat Nusantara. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa bekerja sama dengan Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
- Anonim. “Kalimantan Timur”, http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Timur, diakses pada tanggal 25 Mei 2009.
- Tenas Effendy. 2006. Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Penerbit AdiCita Karya Nusa.
0 komentar:
Posting Komentar